JARRAKPOS.COM. BANDUNG BARAT — Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Dede Yusuf, menegaskan bahwa penguatan pendidikan politik (Dikpol) bagi kader dan masyarakat adalah kunci memajukan demokrasi di Indonesia.
Pernyataan tersebut ia sampaikan saat memberikan pembekalan politik pada acara Pendidikan Politik Demokrat di Grand Hani Hotel, Sabtu (9/8/2025), yang dihadiri perwakilan kader dari berbagai kabupaten/kota.
Dede menegaskan, pendidikan politik adalah amanat undang-undang sekaligus tugas partai politik. Ia menilai kegiatan ini bukan sekadar seremoni, melainkan forum strategis untuk membekali kader dengan wawasan politik yang tepat, termasuk pemahaman teknis, mekanisme, dan dinamika pemilu.
“Pendidikan politik ini sangat bermanfaat, apalagi kita bisa berdiskusi langsung. Ada banyak strategi yang memang tidak bisa selalu dibicarakan di ruang publik, tapi di forum seperti ini kita bisa membahasnya secara lebih dalam,” ujar Dede.
Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat itu menargetkan setiap daerah pemilihan (dapil) mampu merebut minimal satu kursi legislatif. Ia mencontohkan Dapil Lembang dan Padalarang sebagai wilayah dengan potensi besar jika dikelola secara strategis.
Selain strategi pemenangan, Dede menekankan pentingnya membangun komunikasi yang baik antara partai politik dengan penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu. Menurutnya, hal ini penting untuk memahami perspektif penyelenggara, sehingga dapat mengantisipasi persoalan kampanye, penghitungan suara, hingga sengketa hasil pemilu.
Ia juga menegaskan bahwa popularitas dan elektabilitas tidak akan cukup tanpa kedekatan langsung dengan masyarakat.
“Jangan menunggu momentum, sapa masyarakat setiap saat. Politik itu bukan hanya soal baliho atau gambar, tapi soal hadir dan dirasakan manfaatnya oleh warga,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Dede juga mengecam maraknya praktik politik transaksional yang dinilainya merusak kualitas demokrasi. Ia menegaskan Partai Demokrat berkomitmen menekan praktik tersebut melalui revisi undang-undang pemilu dan mendorong pola kampanye yang lebih mengedepankan kedekatan dengan rakyat ketimbang iming-iming materi.
“Politik transaksional ini bahaya. Kalau masyarakat tidak merasakan kehadiran kita, jangan berharap dukungan. Popularitas penting, tapi yang utama adalah membangun kepercayaan,” tegasnya.
Di akhir sambutan, Dede Yusuf menyoroti ketimpangan kepemilikan lahan di Indonesia. Berdasarkan data, sekitar 10% tanah bersertifikat dikuasai hanya oleh 60 keluarga dengan jutaan hektar, sementara banyak rakyat kecil belum memiliki lahan atau sertifikat hak milik.
“Inilah realitanya. Yang kaya makin kaya, sementara rakyat banyak yang belum punya lahan. Kita harus dorong kebijakan yang benar-benar berpihak kepada masyarakat,” pungkasnya.***